Contoh proposal penelitian, bagi teman-teman yang hendak melakukan sebuah penelitian tentang sastra disinilah tempatnya untuk mencari dan admin ini dapat juga dijadikan sebuah referensi mengenai pembuatan Proposal penelitian.
Pada awal penciptaan, proses penciptaan dan akhir penciptaannya, sebuah karya sastra memang milik pribadi seorang pengarang. Akan tetapi pada gilirannya, sastra diciptakan untuk dapat dinikmati, diteladani, dipahami maupun dimanfaatkan oleh masyarakat (Atisah, 2002: 1). Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi karya sastra itu sendiri diciptakan, yaitu untuk membenahi pola hidup yang melenceng dari norma. Sementara itu, pengarang sastra itu sendiri adalah anggota masyarakat: ia terikat oleh tatanan sosial tertentu.
Oleh sebab pengarang berangkat dari kondisi sosial tertentu, karya yang ia ciptakan akan banyak dipengaruhi oleh sistem bahasa yang telah terkonvensi atau yang telah diseakati oleh masyarakat penutur bahasa tempat pengarang hidup. Bahasa tidak hanya berupa bahasa, atau kata-kata saja. Tetapi juga dengan tanda atau lambang, dan gambar.
Penggunaan bahasa yang berbeda dengan bahasa keseharian di dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa berdialek pewayangan, adalah salah satu alasan penulis untuk memilih naskah tersebut sebagai bahan kajian. Karena menurut penulis naskah tersebut sulit untuk ditemukan, penulis mendapatkannya pun bukan dari museum atau tempat-tempat penyimpanan resmi lainnya, melainkan milik kolektif paguyuban yang berada di Pati. Itu pun sudah bukan naskah asli, melainkan naskah yang tulisannya sudah dipindah ke dalam ‘print out’ printer (sudah ditransfer ke dalam tulisan cetak komputer).
Apa yang dituangkan dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” ternyata dapat dijadikan sebagai tauladan hidup bila kita mampu memetik hikmah dari makna yang terkandung dalam naskah tersebut. Sebab jika kita mampu membaca tulisan tersebut dan menerjemahkan tulisan ke dalam yang kita mengerti, banyak sekali isi cerita yang dapat kita ambil.
Akan tetapi karena kesulitan transliterasi, banyak tendensi yang luhur terhambat dimanfaatkan, dipetik dan dijadikan suri teladan. Bahasa yang sangat sulit, sudah jarang digunakan lagi—hanya digunakan oleh mereka para praktisi seni di bidangnya (pakeliran) menjadikan generasi atau masyarakat penutur bahasa yang lebih modern daripada bahasa yang digunakan dalam naskah tidak dapat memahami sekaligus memanfaatkannya.
Dengan demikian, bahasa dan tendensi mati bersama-sama dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”. Mungkin tidak hanya dalam naskah tersebut, tetapi juga dalam naskah lainnya yang bertuliskan huruf dan bahasa yang sudah tidak terpakai lagi dalam era sekarang ini.
Oleh karena itulah penulis memilih naskah ini sebagai bahan kajian. Selain tulisan dan bahasanya yang jarang sekali digunakan pada saat ini, naskah tersebut mempunyai keunikan tersendiri bagi penulis. Keunikan tersebut terletak pada dialeknya—dialek bahasa pewayangan.
1. Adakah bahasa dan tendensi yang tidak relevan lagi dengan keadaan masyarakat dewasa ini dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”?
2. Apa fungsi naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” bagi masyarakat?
1. Ingin mengetahui ada tidaknya bahsa dan tendensi yang tidak relevan lagi dengan keadaan masyarakat dewasa ini dalam naskah Pakeliran Ringgit Purwa”.
2. Ingin mengetahui fungsi naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” bagi masyarakat.
1. Manfaat Teoretis
Teori-teori, asumsi, persepsi atau pernyataan dari berbagai sumber dapat membantu peneliti-peneliti sastra lainnya sebagai acuan atau referensi dalam mengkaji bahasa, tendensi sekaligus hal-hal yang berhubungan dengan naskah-naskah kuno maupun naskah-naskah dalam bahasa Jawa yang keberadaannya kini mulai tidak begitu mendapat perhatian lagi.
2. Manfaat Praktis
Penulisan proposal ini dapat membantu peneliti-peneliti sastra lainnya dalam mengkaji naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” mengenai aspek bahasanya, tendensinya maupun aspek-aspek yang lainnya sesuai kebutuhan penelitian yang ingin dikaji lebih mendetail lagi.
Alat untuk menyampaikan perasaan dan pikiran adalah bahasa. Baik tidaknya tergantung pada kecakapan sastraawan dalam mempergunakan kata-kata. Dan segala kemungkinan di luar kata tidak dapat dipergunakan (Slamet Muldjana, 1956: 7), misalnya mimik, gerak dan sebagainya. Kehalusan perasaan sastrawan dalam mempergunakan kaat-kata sangat diperlukan. Juga perbedaan arti dan rasa sekecil-kecilnya pun harus dikuasai pemakainya. Dengan demikian tak berarti bahwa bahasa serta kata-kata karya sastra berbeda dengan bahasa masyarakat.
Meskipun demikian naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” sudah tidak akrab lagi bagi pembacanya. Perkembangan zaman dan peradaban ternyata juga memberi kesempatan bagi bahasa tulis maupun lisan berubah dan berkembang pula.
Naskah merupakan salah satu wujud karya sastra yang membawa tendensi tendensi tertentu dari pengarangnya yang mewakili zaman tertentu pula. Tendensi adalah kecenderungan atau pesan—amanat yang ada dalam sebuah karya, disampaikan secara implisit maupun eksplisit.
Naskah ialah tulisan yang masih ditulis dengan tangan, karangan seseorang yang belum diterbitkan, bahan-bahan berita yang siap untuk diset, rancangan. Tetapi penggunaan kata naskah tersebut ternyata telah mengalami pergeseran dalam kajian ini, sebab naskah yang penulis maksud sudah berbentuk cetak mesin dari printer, tidak lagi berupa tulisan tangan pengarangnya—meskipun belum banyak diterbitkan, secara resmi maupun nonresmi.
Di dalam naskah terdapat teks, yaitu naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari k itab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya, wacana tertulis (KBBI, 2003: 1159).
Penulis memberikan pengertian tersendiri bagi teks, yaitu kata-kata atau tulisan yang ada di dalam naskah. Penulis mengibaratkan naskah adalah wadah, sedangkan teks adalah isi di dalam wadah tersebut (dalam hal ini tulisan).
Tulisan merupakan hasil tulis, yang biasanya berupa karangan (KBBI, 2003: 1219). Naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” juga merupakan hasil tulisan. Dalam memahami tendensi di dalam naskah tersebut, haruslah melalui pemahaman mengenai apa yang di tulis dalam teksnya. Hal ini umumnya dilakukan dengan cara pengamatan dan pemahaman.
Melalui pengamatan terus-menerus kita mengumpulkan data dari pengalaman tersebut yang kemudian dimanipulasi dan diproses otak kita untuk membentuk pengertian atau persepsi mengenai dunia visual (John Montague, 2001: 1).
Proses tersebut juga yang penulis lakukan dalam usaha mendapatkan, mengkaji dan mencoba memahami objek yang berupa naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”. Dalam kegiatan itu penulis menggunakan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
Contoh proposal penelitiannya sebagai berikut:
Proposal Penelitian
A. JUDUL
Bahasa dan Tendensi Mati Bersama-sama dalam Naskah Pakeliran Ringgit PurwaB. LATAR BELAKANG MASALAH
Perubahan terus terjadi, tidak dapat ditolak atau dipungkiri. Begitu pula dengan karya sastra. Khususnya bidang penulisan kreatif, akan terus berubah seiring dengan perubahan serta perkembangan peradaban manusia. Hal ini disebabkan oleh misi karya sastra yang secara kodratnya sebagai cermin atau wakil dari zamannya, dan salah satu wujud dari potret yang terjadi ketika itu—akan juga terus berubah sesuai perubahan masyarakat penikmat sastranya.Pada awal penciptaan, proses penciptaan dan akhir penciptaannya, sebuah karya sastra memang milik pribadi seorang pengarang. Akan tetapi pada gilirannya, sastra diciptakan untuk dapat dinikmati, diteladani, dipahami maupun dimanfaatkan oleh masyarakat (Atisah, 2002: 1). Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi karya sastra itu sendiri diciptakan, yaitu untuk membenahi pola hidup yang melenceng dari norma. Sementara itu, pengarang sastra itu sendiri adalah anggota masyarakat: ia terikat oleh tatanan sosial tertentu.
Oleh sebab pengarang berangkat dari kondisi sosial tertentu, karya yang ia ciptakan akan banyak dipengaruhi oleh sistem bahasa yang telah terkonvensi atau yang telah diseakati oleh masyarakat penutur bahasa tempat pengarang hidup. Bahasa tidak hanya berupa bahasa, atau kata-kata saja. Tetapi juga dengan tanda atau lambang, dan gambar.
Penggunaan bahasa yang berbeda dengan bahasa keseharian di dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa berdialek pewayangan, adalah salah satu alasan penulis untuk memilih naskah tersebut sebagai bahan kajian. Karena menurut penulis naskah tersebut sulit untuk ditemukan, penulis mendapatkannya pun bukan dari museum atau tempat-tempat penyimpanan resmi lainnya, melainkan milik kolektif paguyuban yang berada di Pati. Itu pun sudah bukan naskah asli, melainkan naskah yang tulisannya sudah dipindah ke dalam ‘print out’ printer (sudah ditransfer ke dalam tulisan cetak komputer).
Apa yang dituangkan dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” ternyata dapat dijadikan sebagai tauladan hidup bila kita mampu memetik hikmah dari makna yang terkandung dalam naskah tersebut. Sebab jika kita mampu membaca tulisan tersebut dan menerjemahkan tulisan ke dalam yang kita mengerti, banyak sekali isi cerita yang dapat kita ambil.
Akan tetapi karena kesulitan transliterasi, banyak tendensi yang luhur terhambat dimanfaatkan, dipetik dan dijadikan suri teladan. Bahasa yang sangat sulit, sudah jarang digunakan lagi—hanya digunakan oleh mereka para praktisi seni di bidangnya (pakeliran) menjadikan generasi atau masyarakat penutur bahasa yang lebih modern daripada bahasa yang digunakan dalam naskah tidak dapat memahami sekaligus memanfaatkannya.
Dengan demikian, bahasa dan tendensi mati bersama-sama dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”. Mungkin tidak hanya dalam naskah tersebut, tetapi juga dalam naskah lainnya yang bertuliskan huruf dan bahasa yang sudah tidak terpakai lagi dalam era sekarang ini.
Oleh karena itulah penulis memilih naskah ini sebagai bahan kajian. Selain tulisan dan bahasanya yang jarang sekali digunakan pada saat ini, naskah tersebut mempunyai keunikan tersendiri bagi penulis. Keunikan tersebut terletak pada dialeknya—dialek bahasa pewayangan.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulisan proposal yang berjudul “Bahasa dan Tendensi Mati Bersama-sama dalam Naskah Pakeliran Ringgit Purwa” akan membahas dan memecahkan beberapa masalah sebagai berikut:1. Adakah bahasa dan tendensi yang tidak relevan lagi dengan keadaan masyarakat dewasa ini dalam naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”?
2. Apa fungsi naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” bagi masyarakat?
D. TUJUAN
Dalam penulisan proposal yang berjudul “Bahasa dan Tendensi Mati Bersama-sama dalam Naskah Pakeliran Ringgit Purwa” tujuan yang ingin dicapai antara lain:1. Ingin mengetahui ada tidaknya bahsa dan tendensi yang tidak relevan lagi dengan keadaan masyarakat dewasa ini dalam naskah Pakeliran Ringgit Purwa”.
2. Ingin mengetahui fungsi naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” bagi masyarakat.
E. MANFAAT
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan proposal yang berjudul “Bahasa dan Tendensi Mati Bersama-sama dalam Naskah Pakeliran Ringgit Purwa” antara lain:1. Manfaat Teoretis
Teori-teori, asumsi, persepsi atau pernyataan dari berbagai sumber dapat membantu peneliti-peneliti sastra lainnya sebagai acuan atau referensi dalam mengkaji bahasa, tendensi sekaligus hal-hal yang berhubungan dengan naskah-naskah kuno maupun naskah-naskah dalam bahasa Jawa yang keberadaannya kini mulai tidak begitu mendapat perhatian lagi.
2. Manfaat Praktis
Penulisan proposal ini dapat membantu peneliti-peneliti sastra lainnya dalam mengkaji naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” mengenai aspek bahasanya, tendensinya maupun aspek-aspek yang lainnya sesuai kebutuhan penelitian yang ingin dikaji lebih mendetail lagi.
F. LANDASAN TEORETIS
Pengertian bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri, percakapan/perkataan yang baik, tingkah laku yang baik atau sopan santun (KBBI, 200: 88).Alat untuk menyampaikan perasaan dan pikiran adalah bahasa. Baik tidaknya tergantung pada kecakapan sastraawan dalam mempergunakan kata-kata. Dan segala kemungkinan di luar kata tidak dapat dipergunakan (Slamet Muldjana, 1956: 7), misalnya mimik, gerak dan sebagainya. Kehalusan perasaan sastrawan dalam mempergunakan kaat-kata sangat diperlukan. Juga perbedaan arti dan rasa sekecil-kecilnya pun harus dikuasai pemakainya. Dengan demikian tak berarti bahwa bahasa serta kata-kata karya sastra berbeda dengan bahasa masyarakat.
Meskipun demikian naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” sudah tidak akrab lagi bagi pembacanya. Perkembangan zaman dan peradaban ternyata juga memberi kesempatan bagi bahasa tulis maupun lisan berubah dan berkembang pula.
Naskah merupakan salah satu wujud karya sastra yang membawa tendensi tendensi tertentu dari pengarangnya yang mewakili zaman tertentu pula. Tendensi adalah kecenderungan atau pesan—amanat yang ada dalam sebuah karya, disampaikan secara implisit maupun eksplisit.
Naskah ialah tulisan yang masih ditulis dengan tangan, karangan seseorang yang belum diterbitkan, bahan-bahan berita yang siap untuk diset, rancangan. Tetapi penggunaan kata naskah tersebut ternyata telah mengalami pergeseran dalam kajian ini, sebab naskah yang penulis maksud sudah berbentuk cetak mesin dari printer, tidak lagi berupa tulisan tangan pengarangnya—meskipun belum banyak diterbitkan, secara resmi maupun nonresmi.
Di dalam naskah terdapat teks, yaitu naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari k itab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya, wacana tertulis (KBBI, 2003: 1159).
Penulis memberikan pengertian tersendiri bagi teks, yaitu kata-kata atau tulisan yang ada di dalam naskah. Penulis mengibaratkan naskah adalah wadah, sedangkan teks adalah isi di dalam wadah tersebut (dalam hal ini tulisan).
Tulisan merupakan hasil tulis, yang biasanya berupa karangan (KBBI, 2003: 1219). Naskah “Pakeliran Ringgit Purwa” juga merupakan hasil tulisan. Dalam memahami tendensi di dalam naskah tersebut, haruslah melalui pemahaman mengenai apa yang di tulis dalam teksnya. Hal ini umumnya dilakukan dengan cara pengamatan dan pemahaman.
Melalui pengamatan terus-menerus kita mengumpulkan data dari pengalaman tersebut yang kemudian dimanipulasi dan diproses otak kita untuk membentuk pengertian atau persepsi mengenai dunia visual (John Montague, 2001: 1).
Proses tersebut juga yang penulis lakukan dalam usaha mendapatkan, mengkaji dan mencoba memahami objek yang berupa naskah “Pakeliran Ringgit Purwa”. Dalam kegiatan itu penulis menggunakan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
Untuk dapat melihat contoh proposal penelitian selengkapnya bisa kalian download filenya disini
Comments
Post a Comment